SUARAUMAT.ID - Direktur HRS Center Dr. Abdul Choir Ramadhan menjelaskan terkait pembubaran FPI melalui pendekatan teoritis yuridis. Bahwa UU No. 16 tahun 2017 tentang penetapan Perppu No. 2 tahun 2017. Kita kritisi bahwa UU itu banyak mengandung ketidakjelasan norma.
Rumusan pasal-pasal bertentangan dengan asas doktrin hukum pidana. Tidak selaras dengan tumpuan hukum, yakni asas keadilan dan kemanfaatan.
Dalam doktri hukum pidana, pikiran itu tidak dapat dipidana. Kata mengembangkan, menyebarluaskan, ini kan berdakwah menyampaikan apa yang ada dalam nas.
Kalau memang benar itu dianggap bertentangan dengan Undang-undang, lalu siapa yang berhak memutuskan. Kan harus ada proses pengadilan.
Sekarang yang terjadi bukan kekuasaan hukum, tapi hukum kekuasaan. Hukum itu menjadi alat kekuasaan. Maka untuk melegitimasi tindakan-tindakan penguasa. Sehingga hukum itu gatra terlemah jika dihadapkan dengan kepentingan politik.
Bagaimana umat Islam melalui ormas Islam, tiada jalan lain penguatan. Bersinergi bersatunya ormas Islam menuju perubahan yang lebih baik.
Kalau kita Bersatu ormas Islam, meminta penjelasan pada pmerintah, kalau perlu kita melakukan uji materi. Menilai kebijakan pemerintah atua kita gugat melalui jalur hukum. Penggalangan kekuatan menuju ukhuwah yang lebih kuat, ini harus dilakukan.
Pemerintah harus diminta alasannya, kemudian dilakukan langkah hukum gugatan ke pengadilan. Tetapi kita harus melakukan pengayaan kebenaran pada umat.
Itu yang harus dilakukan. Karena dengan ada contoh pembubaran ini menjadi preseden buruk. Saya ingat ketika pembubaran HTI, saya bilang bahwa ini entri poin. Selanjutnya bisa Khilafah, NKRI bersyariah FPI.
Khilafah dan Syariah ini terhubung dan berkaitan. Tidak mungkin ada Syariah tanpa khilafah. Tidak mungkin khilafah tanpa menggunakan Syariah.
Ketika suatu ormas karena dianggap bertentangan dengan UU, itu berarti berdampak pada kedudukan ajaran agama yang dimaksud.(Moslem)

Posting Komentar
Posting Komentar