SUARAUMAT.ID, JAKARTA - Undang-Undang sering menjadi alat kekuasaan. "Saya berharap penguasa selanjutnya bisa membuang UU TE, itu UU yang luar biasa kezalimannya," kata Edy Mulyadi dalam sebuah FGD yang diadakan oleh PKAD. (13/2).
Wartawan senior FNN ini mengatakan "Saya memang berhasil mewawancarai beberapa narasumber. Mulai
kasus di Bogor, memang sampai bisa disebut menghalang-halangi ? kemudian kasus
ust Maher, ini mencurigakan. Wajar jika kita bertanya-tanya, benar tidak ust
Maher meninggal dengan penyakit yang wajar."
Kali ini Jendral Sigit, apakah bisa menjadi harapan, lanjut Edy. Belum lagi kisah 6 laskar, belum lagi 600 petugas KPU yang meninggal, belum kasus mei 21-22. Itupun tidak ada pengusutan secara menyeluruh. Komnas HAM sama sekali tidak mengungkap siapa yang ada di mobil Land Cruser yang turun dini hari memberikan perintah di KKM 50. Tidak bisa diketahui namanya, nomer polisi, dua mobil, ini tidak masuk akal.
"Saya berfikir lagi, pengusa tidak bodoh, kalau mau turun mereka siapkan anak-anaknya. Itu semua terjadi. Saya nggak ngerti mesti bagaimana. Saya benar berharap pada lawyer kita. Sebagai jurnalis saya prihatin, bahwa tugas jurnalis tidak hanya menjadi alat hiburan, tapi juga kontrol sosial. Banyak fakta bagaimana media sudah dikooptasi oleh kekuasaan," tandasnya.
"Saya tertarik ucapan ust Ahmad Midan, harus dilawan. Bagaimana melawannya itu," imbuhnya.
Seperti apa tanggung jawab temen media dalam memberikan
informasi secara seimbang. Mengungkapkan kebenaran itu
sangat beresiko. "Misalnya penyakit ust Maher yang tidak diungkapkan, saya tidak
melihat media yang mengejar ini," kata Edy yang juga Sekjen GNPF Ulama ini.
"Seolah publik digiring, soni eranata, punya penyakit HIV Aid, ya dibuka donk. Tugas kita wartawan itu harus kritis," tandasnya. (Aan)

Posting Komentar
Posting Komentar